Karena semua apa dan siapa, dicipta bukan tanpa makna.

Sunday, December 2, 2012

hijrah


Keinginan untuk menyewa domain sendiri sebenarnya sudah ada sejak beberapa bulan atau bahkan tahun yang lalu. Cuma saat itu masih merasa sayang untuk mengeluarkan sekian ratus ribu rupiah per tahun jika toh aku tidak/jarang singgah dan mengisi 'perabotan' dll di dalamnya.
Akhirnya akhir bulan November 2012 (2 hari lalu) aku putuskan untuk menyewa domain melalui rumahweb setelah mendapat referensi dari teman. Nama arifm.us dulunya tidak pernah terlintas -karena dulu rencanaku menggunakan .com atau .co.id. Membaca sebuah pengumuman/undangan nikahan pada sebuah domain, *********m.us, membaca huruf belakangnya, langsung terlintas nama akun twitter-ku @arifmus. "Kenapa tak 'memanfaatkan' .us untuk nama domain ya?", pikirku. Dan, tak begitu lama, aku menyewa domain arifm.us untuk sekira 2 tahun ke depan.

Rupiah yang aku keluarkan mungkin seperti membuang uang 'percuma'/mubadzir, apalagi blogku rencananya akan lebih ku gunakan untuk sekadar menyalurkan ide/kegalauan/rangkaikata, dll dan bukan untuk menghasilkan uang, dan sejenisnya.

Semoga saja, 'kontrakan' baru yang dengannya aku perlu membayarnya untuk menempatinya, menjadi pemacu tambahan untukku tak lagi bermalasan berbagi tulisan dll. Tapi, kalaupun masih saja ogah-ogahan, ya sudahlah. Setidaknya, mari berhijrah :)

Wednesday, November 28, 2012

sekadarnya

bahagia sekadarnya,
tak berlebih;
pun saat sebaliknya;
(moga) tak berletih.

Wednesday, November 21, 2012

reda(m) - bagian Aku Ingin

Akhirnya, setelah cukup memaksakan diri, salah satu bagian dari video reda(m) selesai juga kubuat. Dari beberapa penyebab penundaan, alasan utama: malas. Untunglah bulan seperti November ini, semesta seperti berkonspirasi menghadirkan cuaca yang sangat mendukung untuk berimajinasi -setidaknya menurutku-.

Video reda(m) sendiri rencana ada beberapa bagian. Sejauh ini baru dibuat bagian pembuka dan salah satu bagian (sebut saja) bagian Aku Ingin (karena diiringi musikalisasi puisi SDD, Aku Ingin).

Awalnya aku agak kebingungan untuk membuat kupu-kupu terbang, setelah dicoba-coba -meski hasilnya masih belum begitu maksimal-, setidaknya sudah cukup terlihat ada kupu-kupu terbang :D

Selamat (semoga) menikmati :)




Entah apa yang kamu pikirkan,
saat aku mulai katakan.
Gugup yang terus menjalar,
rangkai kata yang makin tak beraturan.
Aku, memang bukan lelaki yang serba lengkap
sementara kamu punya kriteria yang kauharap
Maafkan, aku memberanikan
menawarkan
melanjutkan rasa yang t’lah ada,
merajutkan karsa jadi nyata.
Bertumbuh dengan sungguh.
Sejalan, berjalan,
berjuang,
bersama
kamu
berkenankah menggenapkan?

Sunday, November 18, 2012

getar Ilahi

Seseorang yang paling menggetarkan
belum pasti menjadi orang yang paling tepat 'tuk menggenapkan.
Pernikahan tak sekedar tentang hati,
tapi juga ibadah kita kepada Ilahi.

Sunday, November 11, 2012

dekap

cukup hangat, tak perlu sangat;
ketenangan, bukan ketegangan;
karena aku ingin mendekap, bukan menyekap.

Friday, November 9, 2012

ma(mp)u

Karena ketakmauan
lebih men(g)akutkan
dibanding ketakmampuan.
Lalu, maukah kau mempertimbangkan?

Maukah kau memulai, memutuskan?
Maukah kau memperjuangkan, bertahan, ber(je)jalan?
Sangka(l)ku...
mampu.

kelu(h)

mengumbar terus keluhan,
namun tak juga mencari jalan keluar?
jangan-jangan sekedar pemakluman,
keengganan akan sebuah perjuangan.

eum...rindu?

kata berkata enggan,
hati ingin melawan
namun sungkan,
kamu
sedang merindukan.

Sunday, November 4, 2012

peng-aku-an




ada kala, menjauh membuat kita melihat lebih utuh;
membentang jarak, merekatkan apa yang terserak;
aku,
kamu,
(k)apa(n)kah menemu?


retorika tanya

dalam tataran tertentu
aku perhatian dengan semua yang bersinggungan,
lebih perhatian dengan sebagian,
sangat perhatian dengan yang ku istimewakan.
kamu, dimana ku tautkan?

Monday, October 29, 2012

rumah

saat di rumah,
ada ke(ny)amanan yang datang
kadang tanpa jelasnya alasan.
mungkin begitupun demikian,
jika hati
sudah (diper)temukan.

Sunday, October 21, 2012

keputus(asa)an

kita tahu
apa yang mesti kita juang,
kita tuang,
atau buang.
mungkin sebal,
sudah kebal,
atau telanjur bebal? 
coba, ulang timbang,
tentang simpang,
dengan imbang,
jangan bimbang!
karena keputusan
bukanlah keputusasaan.
karena kita
tak sekedar kata
cinta.

(l)aku

laku
'kan mencairkan beku,
menopang kata yang terbata;
bertindak,
bukan t'rus tidak.
mengarti,
'tuk mengerti,
jangan terhenti.
hati,
belum mati.

"kata" (2)

lalu,
jika kata sudah sebegitu merdeka,
jika ia sebegitu kaya,
akan disebut apa rasa,
yang seringkali membikin payah
kata tuk menadah.

"kata"

apa satu kata
terlalu merdeka tuk dimakna?
sehingga terkadang
kita butuh tanda kutip tuk memenjara.

tujuan gagal

karena kegagalan-kegagalan yang menyapa
semakin mendekatkan pula
pada tujuan sejatinya

Monday, October 15, 2012

mata lalu


Kautatap ke depan,
kau harapkan sinar
menawan,
memancar.
Sementara kenyataan,
impian, khayalan,
memencar,
mencecar.
Laju kaubual
lalu kaukejar
sekadar,
karena tersadar
satu matamu
tenggelam
oleh silam.

Sunday, October 14, 2012

ranting


mungkin ku kini meranggas
di dekatku kau tak lindung dari panas
tapi percaya
akan tiba suatu masa
daun-daun kembali tumbuh
dan rimbunku buatmu teduh

tanya & jawab


pertanyaan dan jawaban
itu berpasangan
kapan kan bertemu,
itu tentang waktu

gambar diambil dari sini

kata diam

kalau kata masih mampu menampung rasa dan karsa,
kenapa memilih berdiam saja?

lihat benak


sesuatu kadang tak sesederhana yang terlihat,
namun tak pula serumit di benak.
hadapi,
maknai,
dan nikmati
apa yang telah, sedang, dan akan terjadi.

gambar diambil dari sini

Tuesday, October 9, 2012

tepi(s)

hati itu misteri,
kadang kita tak mengerti,
akan kepada (si)apa
ia men(y)epi.

gambar diambil dari sini

Friday, October 5, 2012

ar-Rosyid.

apakah Tuhan tak pandai membuat kejutan,
sehingga kita terlalu angkuh atau malah mengeluh
akan mimpi-mimpi dan pengharapan di depan?

manusia?

apakah alur hidup yang terus terduga,
akan membuat kita,
tetap merasa manusia?

ka(u )ta(k)

aku
ka(u )ta(k)kan
cinta?

terka(m) (w)ak(t)u

menarik-ulur masa lalu,
menerkam waktu,
membiarkan jodohmu,
menerka,
menunggu.
gambar diambil dari sini

j(el)ajah rasa

Karena dalam penjelajahan rasa,
tak semata tentang kita,
bisa sangkut dia, atau mereka.
Ada yang seimbang,
ada yang dominan,
ada yang merasa korban?
gambar diambil dari sini

Sunday, September 16, 2012

tempa(t)

dan kau -ataupun siapa-
punya tempat
dan cakupan
yang tak sejerat,
sebagian terisi,
sebagian terbiar
karena tak ma(mp)u terganti.
gambar diambil dari sini

tunggu-tuju


dan kita
seperti saling menunggu,
ingin tahu,
kepada (si)apa
hati masing-masing menuju.

gambar diambil dari sini


Saturday, September 1, 2012

perjalanan

perjalanan,
apapun nama dan tujuan,
semestinya semakin mengenalkan
dan mendekatkan kita pada Tuhan.

(ba'da Maghrib, Kandanghaur, Indramayu, dalam perjalanan balik ke Jakarta)

rel(ai)

serupa rel yg sejajar,
beriringan dan sejalan,
namun tak dapat dipersatukan.
kan tampak 'nuju titik temu,
namun semu.
gambar diambil dari sini

 

dua doa

mungkin narasi doa kita tak sama,
tapi semoga,
maksud kita (ber)sama.
 gambar diambil dari sini

Sunday, August 12, 2012

raih

kita memang diberi kesempatan tuk memilih;
tapi tak selalu,
kita diberi wenang tuk meraih.

gambar diambil dari sini

se(kali )lagi

selagi ada waktu;
karena esok, lusa, kita tak tahu.

gambar diambi dari sini


Saturday, July 14, 2012

dalih terang

Bagaimana bisa ku berdalih terang mentari temaniku,
sementara sendu hujan erat mengungkungmu.
Padahal kita, masih di naungan langit yang satu,
rindu.

reda(m) (opening)

Sebulan lebih yang lalu -masih awal bulan Juni-, malam-malam sembari baca buku, aku putar mp3 musikalisasi puisi-puisi SDD (Sapardi Djoko Damono) yang dibawakan oleh duet Ari dan Reda. Sajak yang begitu dalam makna disajikan dengan petikan gitar dan suara syahdu Reda menarikku untuk membuat sesuatu waktu itu. Ya karya-karya yang hebat, menurutku, tak hanya mengiringkan si penikmat untuk larut dalam buaian kata/nada/hasil cipta lainnya, tapi juga menggugah si penikmat untuk membuahkan karya lain dari pemaknaan karya tersebut, atau setidaknya mengantarkan ia untuk bertemu dan berpadu dengan sebuah ide lain.


Efek galau yang bisa saja dirasa saat itu (seperti biasa) yang akhirnya mendorongku untuk menghidupkan laptop dan membuat sebuah video dengan diiringi potongan-potongan beberapa musikalisasi puisi tersebut.


Diam, sebuah kata yang terlalu akrab dengan orang-orang yang acapkali ragu bertindak. Ya, meski harap memang bisa menjadi kekuatan yang hebat, jika saatnya tepat, tentu bukan setiap saat. Menarikku untuk menjadi bagian utama dari rangkai kata di video pembuka yang kuberi nama reda(m). Selintas kata reda, mengingatkan pada hujan dimana tahun lalu aku pernah membuat sebuah video Dialog Hujan. Aku pribadi tak meniatkan video ini menjadi sebuah kelanjutan/bagian ke-2 dari Dialog Hujan, meski isinya masih ada keterkaitan. Kalau pun musti dihubungkan, aku anggap ini sebagai Dialog Hujan 1.5 atau sekedar intermezzo.


Bercerita tentang Dialog Hujan, kembali menyentilku untuk kembali ingat bahwa aku pernah berencana membikin kelanjutan Dialog Hujan, sudah ada beberapa gambaran tentang kelanjutan, meski sampai sekarang aku belum juga membuatnya. Ah, memang kebiasaan untuk membiarkan ide-ide terlantar dan akhirnya tak diwujudkan. Begitu juga dengan video reda(m) ini yang setelah sebulan lebih berlalu dari video opening-nya, sampai sekarang belum ku lanjutkan untuk membikin bagian-bagian yang lain dan menyelesaikan. Dan sekarang, aku tetap saja memilih untuk berdiam.
"Dalam suatu ihwal, diam bukan sebaik-baik pilihan. Karena seberapa pun hebat, ia sekedar menenangkan, bukan menyelesaikan."

Wednesday, July 4, 2012

Harap (tak) Tenang

Tak jarang
pengharapan
menyeret kita
pada suatu keadaan
yang membikin gagal
untuk menikmati
sebuah perjalanan.


gambar diambil dari sini

pen-jara-k-an

Jangan penjarakan Ilah dalam tempat ibadah!
Jangan penjarakan iman dalam bulan Ramadhan!

gambar diambil dari sini

Thursday, May 24, 2012

Ken(d)ali Diri

Ada saatnya, kita cukup dalam posisi mengerti
bahwa seseorang yang istimewa sedang berbahagia
entah dengan siapa
tapi bukan kita


Ya, tak mengapa,
setidaknya tak mencederai,
mengukuhi,
memutuskan kali ini,
pun untuk nanti,
pun untuk bukti,
diri miliki kendali
hati.
 gambar diambil dari sini

Wednesday, May 9, 2012

Sunday, April 29, 2012

tinggal kita....

mungkin kau pernah ku istimewakan,
dan mungkin pula kau pun pernah memperlakukanku demikian.
tapi, bukankah hidup akan terus berjalan?
itu lah kepastian.
ya, pasti,
kita pun tak ingin terus tergerus tertinggal,
ditinggalkan.
gambar diambil dari sini
 

Saturday, April 28, 2012

Senggolan Kehidupan


 “Brak”, motor scoopy warna merah itu jatuh di sebelah kanan aku dan motorku. Pengendaranya terlihat agak susah payah menahan goncangannya maka ia pun terjatuh.
Masnya sih gak nglakson.
Kan ini jalur satu arah, mbak.”

***

Selepas Maghrib aku berencana akan menghadiri acara tanya-jawab dengan salah satu Cagub DKI, Faisal Basri dalam acara yang diselenggarakan freedom institute bertajuk “Jakarta Masa Depan”. Ini acara kali kedua setelah pada kesempatan pertama Jokowi yang notabene juga salah satu Cagub DKI, menjadi narasumbernya. Tapi aku tak mengikuti karena pekan lalu aku tak mendapat infonya. Untuk penyelenggaraan kali kedua inipun aku dapat info dari seorang teman.
 
Sekali aku kesana ternyata belum cukup untuk membuatku hafal dimana posisi perpustakaan tersebut. Sekarang aku sudah berada di Jalan Proklamasi, letak freedom institute, tapi belum ku temukan -di saat kemudian aku kemudian tahu letaknya di Wisma Proklamasi di ujung jalan, di persimpangan antara jalan tersebut dengan Jalan Diponegoro, jalan sekitaran lokasi RS. Cipto Mangunkusumo-.
Kupelankan laju kendaraan. Jalur satu arah, tak apalah jika aku kendarakan motor di lajur kanan. Pelan-pelan kutengok bangunan sekitar. Aku ingat posisinya di sebelah kanan, tapi posisi pastinya aku tak ingat. Tengok kanan, tengok depan, tengok kanan, tengok depan, ada sebuah motor melaju ke arahku. Dimana-mana, jika tak ada polisi, selalu saja ada pengendara yang hobi memotong jalan, untuk menghemat waktu, ya, aku pun sering juga.
Motor yang melawan arah mulai mendekat, si pengendara mulai terlihat, seorang perempuan, sepertinya masih seumuran. Semakin ku pelankan kecepatan, ku pepetkan motor ke arah kanan (tentu tak sampai ke trotoar karena posisinya lebih tinggi dari jalan) agar motor si pelawan arah tersebut bisa lebih leluasa lewat. Semakin dekat, dekat, dan hah, si pengendara tak membelokkan motornya hingga menyentuh motorku yang sudah dalam posisi nyaris berhenti.

***

Jadi, enaknya gimana?” tanya salah satu mas-mas yang ikut ngumpul dengan kami. Motor kami dibawa ke pelataran sebuah kantor tak jauh dari tempat kejadian yang ternyata kantor perempuan tadi. Dan mas-mas tadi, juga mas-mas dan bapak yang sekarang berkumpul di sekitar kami (nyaris 10 orang) adalah teman kantornya, termasuk juga dua security disana!
Kok jadi kek gini. Kan dia yang nglawan arah.” aku membela diri, dengan berbagai dalih. Sesekali kulihat jam, sudah jam 7 lewat, acara “Jakarta Masa Depan” sudah dimulai. Hampir dipastikan bakal terlewat.
Tapi, dia cewek lho, mas. Masa’ tega? Bantu lah buat benerin.” sambil menunjuk body motor yang lecet, cat motor di depan yang mengelupas, pijakan kaki yang pecah di salah satu sisi kiri, dan stangnya yang agak miring. Entah kata-kata apa saja yang mereka ucapkan, bergantian, tapi semuanya seperti menyudutkan, intinya aku mesti bertanggungjawab atas ‘kecelakaan’ tersebut.
Baik, aku menyetujui untuk membantu biaya service motornya. Aku keluarkan uang untuk si ‘korban’.
Gak, mas.” dia menolak. “Ntar dikira aku minta duit. Motornya di-service-in aja.
Hm?” aku berpikir sejenak. “Oke, tapi besok ya. Nomor hapemu berapa biar bisa ku hubungi. Besok ketemu disini, di kantormu.
Setelah kami bertukar nomor hape juga nama, aku rasa urusan untuk malam ini sudah selesai. Ternyata belum. Teman-temannya masih belum lega dan menaruh curiga. Mereka minta semacam jaminan agar besok aku tak berlepastangan. Ucap dengan nama Tuhan pun tak mereka hiraukan. Padahal itu kata-kata yang tak pantas untuk aku atau siapapun permainkan. Atau mungkin di luar sana tak sedikit orang yang sudah seenaknya menggunakan, sehingga kesakralan maknanya mulai kehilangan kepercayaan?
Mereka pinjam KTP-ku untuk difotokopi. “KTP daerah?
SIMnya mas.” juga dengan SIM daerah. Mereka khawatir aku benar-benar akan menghindar. Maka aku sebut alamat kosku dimana. Tapi, mereka masih butuh jaminan yang lebih kuat, akhirnya tak sekedar fotokopi, SIMku pun ditahan di pos satpam. “Besok masnya ambil aja disini.” kata satpam, tak galak, tapi dengan tak melepaskan ketegasan.
Malam ini motornya ditinggal di kantor karena dia khawatir di perjalanan pulang motornya mogok atau apapun. Seorang teman mengusulkan untuk bertukaran motor denganku, tapi dia menolak karena belum bisa mengendarai motor selain matic.
Akhirnya seorang teman menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.
Besok aku berangkat kantornya naik apa?”, tanyanya.
Ya udah, besok aku jemput.” ucapku tanpa banyak pertimbangan. Perempuan naik motor sendiri untuk berangkat kerja pikirku kemungkinan tempat tinggalnya tak jauh-jauh jaraknya. “Rumahmu dimana?" lanjutku.
Pondok Kopi.
Pondok Kopi? Jakarta Timur? Daerah macet?! glekk! aku serasa ingin menarik tawaran bantuanku. Tapi tak pantas kiranya.
Setelah tanya jam berapa biasanya dia berangkat kantor dan ini-itu, rembugan sudah dianggap selesai. Dan tentu saja meski ia sudah diantar pulang seorang teman, aku tetap mengikuti mereka -dengan ijin dahulu tentunya- untuk mengetahui dimana rumahnya.
Di rumah, aku diminta masuk untuk bertemu ibunya. Beliau berterimakasih karena aku -si ‘pelaku’- bersedia bertanggungjawab. Mungkin di saat ini, terlebih di ibukota, orang baik sudah jarang ditemukan? Apalagi jika belum saling kenal? Entahlah.

***

Sekitar pukul 06.30 WIB aku sudah tiba di sebelah Kantor Walikota Jakarta timur, dekat dengan rumahnya. Lebih awal satu jam dari waktu biasa dia berangkat kerja. Sebelumnya aku sudah mengabari atasanku bahwa pagi ini aku akan mengurus motor ‘teman’ yang tadi malam baru senggolan (bukan tabrakan).
Wah, aku belum mandi. Ntar kalau aku sudah mandi aku hubungi.”
Awalnya ada rencana aku menunggunya di depan rumah, tapi tak enak juga, toh kita hanyalah si ‘pelaku’ dan si ‘korban’. Aku putuskan untuk menunggu  sambil sarapan.
Setengah jam kemudian dia sudah bersiap dan kami segera berangkat. Jalanan pastinya macet. Untung dia mengarahkan jalan alternatif yang meski macet pula tapi tak separah jalan utama.
Satpam kantornya segera menyerahkan SIM yang tadi malam ditahan. Pagi ini suasana berbeda,  orang di sekitar lebih akrab terasa. Apakah karena si ‘pelaku’ telah benar-benar bertanggung jawab atas ‘perbuatan’nya?
Aku meminjam kunci dan STNK sebelum dia beranjak masuk kantor. Motor aku titipkan disana, dan kubawa motornya untuk di-service. Obrolan singkat dengan satpam sempat dilontarkan.
Loh, kalau gitu ceritanya berarti dia yang nabrak dong mas.” kata seorang satpam menyimpulkan.
Aku tersenyum.

***

Masih cukup pagi.  Antrean di AHASS Soeprapto tak banyak. Tak menunggu lama motorku segera di-service. Aku katakan pada petugas service bahwa motornya baru jatuh dan stangnya agak miring.
Diutak-atik, service secara keseluruhan, lalu dicoba dikendarai oleh orang AHASS, ternyata masih agak miring. Selesai di-stel komstirnya, motor sudah kembali nyaman digunakan. Aku berikan uang Rp10ribu untuk  petugas service tersebut karena biaya stel komstir di luar biaya tune up.

***

Sengaja tak segera kubawa motor kembali ke pemiliknya karena tak enak juga pergi terlalu lama dan meninggalkan tempat kerja.
Sebelumnya dia mengirim SMS, mengucapkan terimakasih karena sudah mengantar ke tempat kerja. Siang harinya, ia kembali mengirim SMS, lebih kurang memberitahukan kalau semestinya aku menggunakan kartu service gratisnya yang masih ada untuk membetulkan stangnya, sementara uangku untuk memperbaiki pijakan kaki yang pecah.
Entah dengan nada seperti apa jika kata-kata dalam SMSnya diucapkan. Tapi itu membuatku cukup kesal. Kenapa tak dari tadi dia memberitahukan. Dia lupa? Lagi-lagi, entahlah. Tapi kutahan diri untuk tak keburu emosi. Akhirnya SMSnya tak kuberi tanggapan.
Selepas sholat Ashar aku beranjak ke parkiran, bersiap menuju tempat kerjanya. Menyerahkan motornya juga mengambil motorku yang tadi pagi ku titipkan. Kuajak seorang teman kesana. Bukan untuk teman bertengkar mulut, sebagai saksi jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Tak ada salahnya berjaga-jaga pikirku.
Dalam rencana aku akan menggunakan beberapa cara untuk membicarakan tentang penggantian biaya kerusakan motornya. Untuk stang sudah ku perbaiki, tinggal pijakan kaki yang pecah sedikit dan body motor yang lecet di sisi kanan dan cat mengelupas di depan. Aku rasa biaya-biaya atas kerusakan yang tekah diakibatkan sewajarnya ditanggung olehnya. Meski motornya yang mengalami kerusakan, akulah yang lebih layak disebut ‘korban’. Aku berada di arah berkendara yang benar dan motornya lah yang cenderung menyenggol motorku, bukan sebaliknya. Kalaupun aku tak menglakson dia, aku dalam posisi tak tahu bahwa ternyata dia sedang tak memperhatikan jalan begitu keluar kantor dan melaju beberapa meter ke depan. Pikirku dia akan membelokkan sedikit kendaraannya ke kanan agar tak menyenggol motorku yang sudah mepet di pojok kanan. Tapi, sudah lah, semua sudah terjadi. Tinggal bagaimana ke depan.
Aku akan mencoba obrolkan dengan dia tentang pengurusan sisa perbaikan motornya. Awalnya dengan cara santai -diselingi becanda-, jika tak berhasil, aku mulai obrolkan dengan cara serius, kalau tak mau, boleh juga kubawa urusan ke polisi -toh meski motorku plat daerah tapi aku pikir aku di posisi yang benar-, kalau tak berhasil juga ya sudah ku tinggalkan. Yang penting aku sudah sedikit memberikan bantuan dengan memperbaiki stang motornya.

***

Gelak tawa dan becandaan lepas begitu saja. Teman-teman kantor yang sebagian ada tadi malam pun ikut juga. Ternyata apa yang telah dialami salah satu temannya dari tadi malam, berlanjut tadi pagi yang kuantar lalu ku-service-kan motornya menjadi bahan obrolan santai seharian itu.
Motornya udah enak kok.” kata seorang temannya yang telah mencoba.
Cieee.” seorang temannya yang baru saja keluar kantor dan ikut berkumpul di dekat parkiran.
Wah, motornya sudah cuciin segala. Bensinnya juga sudah penuh.
"Kemarin-kemarin baru jatuh, tadi malam jatuh lagi." Hah?! ternyata belum lama ini dia jatuh dari motornya? Jangan-jangan dia memang belum mahir berkendara! 
Dan lain sebagainya kata-kata dilontarkan. Kekhawatiran-kekhawatiran yang tadi sempat menyeruak hilang seketika. Obrolan-obrolan cukup menegangkan tadi malam pun seperti terlupa. Sekarang mereka begitu bersahabat. Begitu akrab.

***

Dalam perjalanan kembali ke kantor, terpikir kembali apa-apa yang baru ku alami. Sebuah rencana untuk pergi ke acara tanya-jawab dengan Cagub DKI berubah menjadi peritiwa yang bak sebuah drama. Mungkin selingan perjalanan kehidupan, mungkin ada ujian, mungkin pula peringatan, tapi semestinya tetap dijadikan pelajaran.
Setidaknya sebagian dari mereka mungkin bisa menjadi teman ke depan. Setidaknya aku mesti lebih berhati berkendara dan lebih peka terhadap lingkungan. Setidaknya aku pun jadi tahu daerah Pondok Kopi yang sebelumnya belum begitu kutahu tempatnya, dan setidaknya-setidaknya yang lain.
Loh, kamu tu korbannya tapi kamu yang service motornya? Jemput dia ke kantor?” tanya temanku keheranan.
Emang ya.” lanjutnya, “orang baik sama orang bodoh itu kadang tipis bedanya.
Sial!

(24 - 25 April 2012)

gambar diambil dari sini

Friday, April 13, 2012

kenangan #2

kenangan,
bukan kekangan.
ia meneguhkan,
bukan menegahkan.
ia pun membiarkan,
bukan membuyarkan.
dan ia, membelajarkan makna penyudahan,
bukan menyudahkan makna pembelajaran.

 gambar diambil dari sini

Thursday, April 12, 2012

kenangan #1

beberapa hal sekedar ingin dikenang,
bukan diulang.

mengenang menyadarkan,
mengulang menyandarkan.
gambar diambil dari sini

Wednesday, April 11, 2012

jujur

Karena diri tak suka dibohongi,
meski sang pelaku kita sendiri.

Jujurlah.

Karena kebohongan
hanya membuahkan ketaktenangan.
Sementara menghindari,
hanya membatasi mampu yang sebenarnya kau miliki. 


gambar diambil dari sini

Saturday, April 7, 2012

bayang-bayang


bagaimana jika ku kagumi bayang-bayang?
menatap lekuknya yang samar,
menerka bentuk dengan khayal.

lalu, bagaimana jika ku gandrungi bayang-bayang?
menunggu hadirnya yang kadang,
mencumbu saat sinar datang.

lantas, bagaimana jika ku kukuhi bayang-bayang?
trus mereka tanpa sahut,
namun kecewa saat berwujud.

When Will We Meet?

Ternyata aku belum mem-posting video "When Will We Meet?" di blogku. Padahal ini sudah kami (aku dan Indra) buat sekitar 4 bulan lalu! Tak begitu penting mungkin, tapi setidaknya menurutku dengan mem-posting dalam blog, meski hanya sekedar kata-kata pendek, dapat sebagai salah satu alat untuk melihat rekam-jejak apa yang kita pikirkan, rasakan, bayangkan pada saat itu. Ya, sudah cukup banyak hal-hal yang terlintas di benak untuk ditulis, sebagian sudah mulai diketik, tapi saat akan memulai/melanjutkannya, malas langsung melanda. Ditunda, ditunda, dan terus-menerus ditunda hingga lupa bahwa ide kita belum dituangkan dalam tulisan.


Video "When Will We Meet?" juga salah satunya. Awalnya aku sudah membuat draft untuk proses pembuatan, juga postingan saat video sudah jadi. Tapi, lagi-lagi itu hanya tertahan di dalam janin draft, dan sudah mulai basi dengan berjalannya waktu.

Kilas balik tentang video "When Will We Meet?", awalnya aku berencana untuk membuat video yang diadaptasi dari salah satu tulisan Indra berupa kumpulan-kumpulan slide gambar, yang diiringi dengan narasi tulisan tsb, serta disisipi potongan dari lagu I Knew I Loved You (Before I Met You) -yang kata penulisnya merupakan salah satu inspirasi dari tulisan tersebut-. Setelah ku bicarakan ke Indra, dia mengusulkan untuk membuat videonya, video sungguhan (bukan kumpulan slide gambar), dan dia menawarkan diri untuk jadi modelnya!


Dengan diskusi cukup singkat di salah satu cafe di daerah Sabang, dengan persiapan minim yang belum begitu matang, hari itu kami langsung melakukan perekaman video, dari siang hingga jelang petang, dengan satu model, satu kostum.

Selesai dibuat, aku masih merasa ada sesuatu yang belum tertuang dari tulisan tersebut -meski di bagian ending sudah kutambah sedikit adegan-. Ternyata teman-teman lain juga merasakan serupa setelah melihatnya. Video tersebut seperti menelan mentah tulisan Indra, ditambah dengan video yang belum begitu bercerita, juga ternyata begitu banyak tulisan narasi yang tersuguh disana. Cukup membuat capek saat melihatnya.


Meski begitu, dengan segala kekurangannya -karena ini juga kali pertama aku merekam video-, setidaknya kami sudah mencoba untuk menghadirkan sebuah tulisan dalam bentuk lain walau hasilnya masih belum maksimal.



Oh ya, ternyata aku masih punya 'hutang' ide-ide yang juga sampai saat ini belum aku tuangkan dalam sebuah bentuk video!

Video "When Will We Meet?" juga dapat dilihat di sini