Karena semua apa dan siapa, dicipta bukan tanpa makna.

Thursday, June 30, 2011

Dialog Hujan



Aku : tok tok tok, assalamu’alaykum.
Kamu is online.
Kamu : wa’alaykumsalam warahmatullah.
Aku : pasti seneng ni hujan turun.
Kamu : eh, hujan ya? bentar kulihat.
Aku : emang gak keliatan dari ruanganmu ya?
Sent at 01:18 PM on Tuesday
Kamu : Allahumma shoyyiban naafi’aa (Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat). 
Aku : jiah, langsung diganti tagline-nya -,-
Kamu : ruanganku di tengah dan jendelanya ditutup tirai, jadi gak keliatan.
Kamu : ish, itu doa. hujan kan karunia Tuhan, masak tak kita acuhkan :P 

***

Gerimis kali ini datang, perlahan, dan mampu menyejukkan. Sungguh berbeda dengan hujan deras kemarin siang, datang tiba-tiba, tapi berlalu dengan segera.

Kulepaskan pandangan ke sekitar, ada ojek payung yang berdendang riang, seorang ibu yang mendekap anaknya memberi kehangatan. Di pinggir jalan terlihat sepasang muda-mudi berlari mencari tempat berteduh yang nyaman. Tak lupa sang pria membentangkan jaketnya untuk melindungi mereka berdua. Bukan pelindung hujan yang sempurna tentunya, tapi setidaknya ada sebagian yang tak terbasahkan. Ada pula seorang pedagang kaki lima yang mengeluh  karena dagangan yang baru ia gelar terpaksa dimasukkan. Di seberang terlihat sesosok perempuan dengan payung yang baru ia bentang. Sepertinya hujan kali ini telah ia perkirakan. Tubuhnya cukup terlindung tapi mukanya terlihat murung. Andai saja ada lelaki di sebelah yang memegangkan payung untuknya, mungkin lain cerita.

Tiba-tiba aku teringat saat kecilku, saat ksatria baja hitam dan pendekar rajawali masih menjadi tontonan andalan, saat game watch menjadi mainan kesukaan, dan saat aku dan kawan-kawan suka bermain bola di depan sekolahan.

Hampir tiap sore kami bermain bola plastik dengan kaki telanjang. Hujan yang kadang datangpun tak kami hiraukan. Seperti sore ini, saat hujan deras datang menemani. Tanah lapang yang tak besar dan tak merata rumputnya membuat lumpur berpolah dimana-mana. Sesekali kami bertabrakan, beberapa kali kami jatuh, dan berkali-kali kami mengotori dinding sekolah dari bola yang ditendang. Awalnya penjaga sekolah yang tinggal di sebelah kantin tak memedulikan. Dan kami masih terus menggila dengan bola.
Brakkk!” tendanganku kali ini tepat meluncurkan bola ke kaca jendela rumah penjaga. Tak pecah sepertinya. Kami terdiam beberapa saat dan ragu untuk mendekat. Perlahan kuberanikan diri untuk maju, selangkah dua langkah masih aman, dan sebelum langkah selanjutnya terbentuk, tiba-tiba pintu rumah terbuka dan muncul sosok penjaga yang kalap dibuatnya. Dia berteriak murka, memarahi kami tak tau diri. Kemarahannya kali ini seperti tak terkendali. Di tangan kanannya dipegang sebilah pisau besar. Entah karena baru membantu istri di dapur atau apa, tapi tindakannya membuat kami tak berani bermain bola esok hari.
Gak main bola ama temen-temen?” tanya emak keheranan.
Gak, mak, pengen di rumah saja.” kujawab dengan sedikit senyuman.
Emak sumringah melihat tingkah baik anaknya. Aku terdiam pasrah tak berani  bermain bola.

Gerimis masih setia menemani. Orang-orang di sekitar telah beraneka macam menanggapi. Ada yang senang, ada yang sedih, ada yang biasa, dan ada yang mencaci. Sementara aku masih terdiam, belum menentukan pilihan.

***

Aku : hujan gini jadi males ngapa-ngapain.
Kamu : malas itu temennya setan lho :)
Aku : iya, bu ustadzah :P
Kamu : tadi darimana? kok keujanan?
Aku : tadi pulang ke kosan ngambil flashdisk yang ketinggalan.  kok kamu tau aku keujanan?
Kamu : kan kamu tulis di tagline-mu -,-
Aku : oh, iyaya, gubrak.
Sent at 01.29 PM on Wednesday
Kamu : menurutmu, tadi air hujan yang membasahi itu sebelumnya air apa?
Aku : hm?
Kamu : kan air hujan berasal dari macam-macam air, ada air laut, air sungai, air danau, air kolam, air parit, bahkan air comberan. kalau tadi yang basahin kamu itu air comberan, gimana coba?
Aku : ngekk. ada-ada aja kamu ini.
Aku : aku tak peduli apapun asalnya, seperti apa ia sebelumnya, yang kutahu air hujan tadi adalah air hujan yang menyejukkan :P

***

Hujan adalah bagian dari proses kehidupan. Dia satukan berbagai macam air permukaan, tanpa membedakan. Dan saat datang, dia kan bawa kesejukan. Meski terkadang tak diharapkan, semua itu takkan lepas dari rencana Tuhan.

***

Aku : kamu aktif ngeblog ya? isinya cukup menarik.
Kamu : kamu bukannya punya blog juga?
Aku : iya, tapi jarang update.
Kamu : pasti karena males?
Aku : :D
Kamu : nulis lagi gih.
Aku : iya, nanti kalau hujan bulan Juni.
Kamu : kenapa mesti nunggu hujan?

***

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu *)

***

Kali ini mendung datang lagi. Entah mendung ke berapa di bulan ini. Mendung yang lalu sekedar berapa saat menghias, lalu terhempas, tanpa bekas. Kecewa mungkin ada, tak sesuai harap mungkin sebabnya. Dan ternyata, mendung kali ini pun sama seperti mendung sebelumnya. Tak berlanjut dengan hujan. Sekali lagi aku dikecewakan. Atau mungkin, sekali lagi harapku berlebihan.

***

Kamu : ih, lebay, ditulis di tagline segala kalau lagi nunggu hujan bulan Juni -,-
Aku : hahahaha.
Kamu : kalau hujannya gak turun-turun, kamu gak nulis-nulis dong?
Aku : Tuhan akan datangkan ia saat tepat masanya.
Sent at 09.02 AM on Monday
Kamu : kamu bakal tetap menanti?
Aku : iya.
Kamu : menanti itu gak enak :(
kamu@gmail.com is offline and can't receive messages right now.

***

Menanti tak sekedar tentang jarak dan waktu, tapi juga tentang percaya. Percaya bahwa penantiannya takkan sia-sia, percaya ia akan tiba tepat masanya, atau setidaknya, percaya bahwa apapun hasil penantiannya, itu yang terbaik adanya.

***

Kamu : Setia - Jikustik 
Aku : wuih, lagunya. emang lagi hujan?
Kamu : iya, akhirnya dia datang :D
Kamu : eh, mana janjimu buat nulis?
Aku : kan dia belum menyapaku :P

***

Deras hujan yang turun
Mengingatkanku pada dirimu
Aku masih disini untuk setia

Selang waktu berganti
Aku tak tahu engkau dimana
Tapi aku mencoba untuk setia

Sesaat malam datang
Menjemput kesendirianku
Dan bila pagi datang
Kutahu kau tak disampingku

Aku masih disini untuk setia  **)

***

Akhirnya dia tiba, hujan bulan Juni yang dinanti. Aku masih terlelap saat ia menyapa hangat. Pagi ini masih bisa kusesapi sisa sejuknya. Melihat langit, tak akan kutemukan pelangi disana. Sementara untuk hujan siang haripun ia belum tentu ada. Segera kulajukan motor tuk mengejar waktu. Memang, tak kulihat ada pelangi, tapi kulihat ada engkau, berdiri menanti.

(pagi hari, 28 Juni 2011) 

Terinspirasi oleh hujan bulan Juni, lagu setia, dan kamu yang masih bertahan di ruang penantian. 

*) Hujan Bulan Juni - Sapardi Djoko Damono
**) Setia - Jikustik
***) Gambar diambil dari sini

Sunday, June 26, 2011

Masa (?)



waktu terasa (lebih) cepat saat ia sudah terlewat.


gambar diambil dari sini

Thursday, June 23, 2011

uh.....

hati gaduh,
rindu bergemuruh,
akal luluh,
setan bersorak riuh.
 
 gambar diambil dari sini

Wednesday, June 22, 2011

Waktu Rindu



beruntung tak ada lorong waktu,
aku jadi tahu ruang rindu....

gambar diambil dari sini

Tuesday, June 14, 2011

Memilih Yakin



karena aku "telah" memilihmu, bukan yang lain.
dan aku akan tetap menunggu, meski kadang tak yakin.


gambar diambil dari sini

Gerimis Bulan Juni

kau memang bukan hujan deras dengan petir keras, menghentakku tiba-tiba, tapi 'kan berlalu dengan segera.
mungkin kau hanya gerimis yang manis, datang perlahan dan menyejukkan, walau tak begitu dahsyat menyapa, tetap butuh waktu lama untuk reda.
dan jika kautanya tentangku, mungkin aku sebuah pematang sawah, tak mewah dan sering goyah, jika sedikit saja kauterpa, akan begitu lama mengeringnya.
(diadaptasi dari status facebook salah seorang kawan)
gambar diambil dari sini

Thursday, June 9, 2011

Mendung Bulan Juni

kenapa kau rasa tak bisa?
sementara kini belum tiba batas (m)asa.
lalu, kenapa kau tetap tak yakin?
padahal kehendak Tuhan jadikan semua mungkin.
dan masihkah kau berada dalam gundah?
sedangkan berjuang tak pernah berkesudah.
kini, tepatkah kau tuk berhenti?
apabila ada dia yang setia menanti.
 
*) pengambilan judul mirip dengan judul puisi Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni) bukan dimaksudkan sebagai bentuk tak menghormati beliau, justru sebaliknya, beliaulah yang menginspirasi tulisan pendek ini, meski sangat sederhana dan tak banyak makna, saya pilih judul tersebut sekaligus sebagai bentuk kekaguman saya pada beliau.

Tuesday, June 7, 2011

pengap

menyesap asap
terlelap gelap

pengap
gambar diambil dari sini

s(i)apa Tuhan

Tuhan takkan kehabisan cara
untuk menegur hamba-Nya;
tak monoton

dan tak terduga,
pun jelas terasa maknanya
dengan tak mengesampingkan
lembut sapa-Nya.




gambar diambil dari sini