Sebulan lebih yang lalu -masih awal bulan Juni-, malam-malam sembari
baca buku, aku putar mp3 musikalisasi puisi-puisi SDD (Sapardi Djoko
Damono) yang dibawakan oleh duet Ari dan Reda. Sajak yang begitu dalam
makna disajikan dengan petikan gitar dan suara syahdu Reda menarikku
untuk membuat sesuatu waktu itu. Ya karya-karya yang hebat, menurutku,
tak hanya mengiringkan si penikmat untuk larut dalam buaian
kata/nada/hasil cipta lainnya, tapi juga menggugah si penikmat untuk
membuahkan karya lain dari pemaknaan karya tersebut, atau setidaknya
mengantarkan ia untuk bertemu dan berpadu dengan sebuah ide lain.
Efek
galau yang bisa saja dirasa saat itu (seperti biasa) yang akhirnya
mendorongku untuk menghidupkan laptop dan membuat sebuah video dengan
diiringi potongan-potongan beberapa musikalisasi puisi tersebut.
Diam,
sebuah kata yang terlalu akrab dengan orang-orang yang acapkali ragu
bertindak. Ya, meski harap memang bisa menjadi kekuatan yang hebat, jika
saatnya tepat, tentu bukan setiap saat. Menarikku untuk menjadi bagian
utama dari rangkai kata di video pembuka yang kuberi nama reda(m).
Selintas kata reda, mengingatkan pada hujan dimana tahun lalu aku pernah
membuat sebuah video Dialog Hujan. Aku pribadi tak meniatkan video
ini menjadi sebuah kelanjutan/bagian ke-2 dari Dialog Hujan, meski
isinya masih ada keterkaitan. Kalau pun musti dihubungkan, aku anggap
ini sebagai Dialog Hujan 1.5 atau sekedar intermezzo.
Bercerita
tentang Dialog Hujan, kembali menyentilku untuk kembali ingat bahwa aku
pernah berencana membikin kelanjutan Dialog Hujan, sudah ada beberapa
gambaran tentang kelanjutan, meski sampai sekarang aku belum juga
membuatnya. Ah, memang kebiasaan untuk membiarkan ide-ide terlantar dan
akhirnya tak diwujudkan. Begitu juga dengan video reda(m) ini yang
setelah sebulan lebih berlalu dari video opening-nya, sampai sekarang
belum ku lanjutkan untuk membikin bagian-bagian yang lain dan
menyelesaikan. Dan sekarang, aku tetap saja memilih untuk berdiam.
"Dalam suatu ihwal, diam bukan sebaik-baik pilihan. Karena seberapa pun hebat, ia sekedar menenangkan, bukan menyelesaikan."