Barusan dapet telepon dari emak, Agas (keponakanku, umur 3,5 tahun) jatuh dari jendela kamarku. Wew, bagaimana ceritanya?
Malam hari sekitar pukul 8, bapakku berasa agak capek badan setelah seharian ngurus puyuh di kandang. Beliau rebahan di kamarku yang posisinya di bagian depan rumah, bersebelahan dengan ruang tamu. Agas yang biasanya memang main di rumahku, diminta simbah kakungnya (=bapakku) buat mijit pakai kaki (Istilah yang tepat apa ya? Kalau nginjak-injak konotasinya jadi agak beda). Namanya anak-anak, ketika mijit suka diselingi main-main, lonjak-lonjak kecil di atas punggung simbah kakung yang tentunya nyebabin dia kehilangan sebagian keseimbangan tubuhnya. Untuk menjaga agar tidak limbung, dia pegangan dinding tepat di sebelahnya, juga jendela dua pintu ada.
Saat pegangan dinding -dengan sedikit ada efek mendorong karena habis loncat-, dia masih berhasil mengendalikan tubuhnya, dinding kayu mampu meredam goyah badannya, begitu pun saat pegangan jendela di salah satu sisi. Tapi, begitu tiba saat pegangan jendela sisi yang lain, bruk, dia jatuh. Tak tanggung-tanggung, langsung keluar dari jendela dan jatuh di pelataran kecil depan rumah yang 'kebetulan' tanah tandus dan kerikil-kerikil kecil yang cukup tajam. Lecet di mukanya cukup banyak. Hidungnya pun berdarah. Tubuhnya sampai sempat membiru yang otomatis membuat seluruh keluarga panik.
Untungnya setelah beberapa saat ditenangkan, lalu diobati lukanya serta dipijit, dia sudah cukup membaik. Bahkan sudah mulai bermain seperti sedia kala.
Meski aku hanya dapat kabar via telepon -dan itu pun beberapa jam kemudian-, tapi aku tak kalah panik, juga muncul rasa bersalah yang tak sedikit. Kenapa?
Aku kurang teliti. Kemarin saat aku di rumah, pagi hari jendela memang kubuka salah satu agar udara segar masuk ke kamar. Cukup lama ku biarkan, sampai aku ngurus persiapan apa-apa yang akan dibawa balik Jakarta dll. Sebelum beranjak ke jalan untuk menunggu angkutan menuju terminal, aku menyempatkan menutup jendela. Ya, hanya ditutup, tanpa dikunci (di-grendel). Memang jendela kamarku itu cukup sulit untuk ditutup rapat -mungkin karena pemuaian atau apa-, apalagi untuk dikunci, sehingga saat aku sudah bisa menutupnya cukup rapat, aku tak mengerahkan sedikit lagi tenagaku untuk menguncinya. Dan aku menganggap itu hal sepele yang tak akan membahayakan. Memang, saat itu di piikiranku, definisi bahaya adalah rumah kemasukan maling -yang memang termasuk sangat jarang peristiwa tersebut terjadi-, maka aku santai-santai saja. Hingga barusan aku menerima telepon dari rumah mengenai kejadian yang menimpa Agas. Memang benar, maling tak masuk ke rumah lewat jendela, tapi keponakanku berhasil keluar rumah lewat jendela tersebut, bonus lecet-lecet dan darah di muka dan hidungnya.
'Kecelakaan' yang berawal dari hal yang (di)sepele(kan) bukan?
No comments:
Post a Comment